"Bintang mau kemana ?" Tanya Danu, Ayah Tiri Bintang.
"Keluar!" Balas Bintang pendek.
Tidak pantas Nak, Seorang Gadis Keluar malam-malam.''
"Helooww, asal kamu tau ya!
Kamu itu nikah sama Ibu aku.
Kamu cuma perlu jadi Suaminya, bukan jadi Bapakku' Ujar Bintang sambil melotot.
"Bintang! Kamu bicara apa tadi?!
Tegur bu Hanum. Ibunya sambil berlari menuruni anak tangga, setelah mendengar suara berisik dari bawah.
"Ibu tidak pernah mengajarkan kamu bersikap biadab begitu!' Bu hanum terlihat marah.
''Yap, Ibu tak pernah mengajari ku bersikap Biadab, tapi Ibu juga tidak pernah ajarkan aku untuk beradab, iyakan?" Huhhh...!" Ujar Bintang sinis.
"Plakk....!!" Sebuah tamparan mendarat di pipi Bintang. "Hah??!!
Ibu menampar aku? Let me you something, Arwah Ayah... jangan kan menampar, jentik jarinyapun tak pernah menyentuh Aku!" Bintang marah.
Hatinya begitu terbakar. "Orang didalam rumah ini gila semua. Gilaaa...!!'' Bintang berlalu pergi. Sementara Ibunya hanya memandang dengan dada yang sesak melihat tingkah laku anaknya.
"Assalamu'alaikum... sapa Bulan teman satu kostnya, ya,Bintang mulai tinggal di kost sejak bertengkar dengan Ibunya. Bulan melepaskan tasnya di atas meja belajar. Pandanganya tertuju pada Bintang yang asyik maen HP. Perlahan Bulan mendekati Bintang ." Kamu tau gak, Orang yang menjawab salam itu, pahalanya besar lo tang, jadi kita gak perlu susah payah berbuat ini itu. Cukup jawab salam saja, kita sudah dapat pahala, tau" terang Bulan. Bintang mendengus. ''Emm... Wa'alaikum salam....'' jawab Bintang sambil terus melototin Handphonenya.
''Nah gitu dooooong...'' Bulan menerkam Bintang, lalu mencium pipinya. Ia menjadi teman sekamar Bintang sejak duduk di semester pertama. Terkadang Bintang merasa bosan dengan nasehat-nasehat Bulan yang seperti seorang ustadzah dadakan. Namun ia senang dengan sifat Bulan yang penuh kasih sayang.
''eh, eh... mau kemana nih?" tanya Bulan ketika mendadak Bintang tergesa-gesa bersiap pergisaat mendapat telfon dari rani, temanya. Sementara yang ditanya sedikitpun tak menggubris. "Kamu mau dugem lagi ya tang? gak usah dech. gak bagus tau pergi ke tempat begituan'' bujuk Bulan.
"Heh, denger ya. Kamu juga pergi shore, pulang jam jam sepuluh malam. Tapi aku gak pernah tanya kamu darimana kan?? gak usah usil dech''
''Bintang aku pergi ke Majelis Taklim untuk belajar Agama.''
''Bulan, denger ya, Aku pergi dari rumah dan tinggal di kost ini, itu karena aku sebel sama bapak tiriku yang selalu ngoceh sok menasehati setiap hari. Jadi, aku harap, kamu pun gak usah sok nasehatin aku dech. Jangan bikin aku gak betah tinggal disini, ya!!
bentak Bintang. Sementara Bulan hanya menghela nafas panjang lantaran gagal menghalau Bintang yang pergi malam untuk kesekian kalinya itu.
Bulan bagaikan Induk ayam yang kehilangan anaknya. Gelisah hatinyamemikirkan Bintang yang sudah sesiang ini belum juga terlihatdi kampus. Padahal, biasanya paling lambat Bintang tertidut di kamar pada jam 5 pagi. Selesai kuliah, Bulan langsung pulang ke kost-an. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Bintang berbaring telungkup di atas lantai.
"Ya Alloh ... Bintang, kenapa ini?"
Bulan membalikan tubuh Bintang. Ia pangku kepalanya. Tubuh Bintang panas tinggi. Maksud Hati ingin memindahkan Bintang ke tempat tidur, namun tak kuat. Bergegas Bulan mengambil bantal dan selimut. Kemudian ia ambil sapu tangan basah lalu di tempelkanya ke dahi Bintang. Lama sekali Bulan menunggu Bintang terbangun, hingga ia sendiri tertidur dalam duduk menjaga Bintang.
"Bulan..." Bintang menggerakan tubuh Bulan. Bula tersadardari tidurnya. "Bintang, apa kamu sudah baikan? Kamu masih demam? aku antar kerumah sakit ya?" Tanya Bulan bertubi-tubi. Bintang hanya menggelengkan kepalanya. "Lihat nih, akhirnya begini kan. Padahal aku sudah bilang jangan pergi malam, tapi kamu nya bande. Jadinya gini dech. Kamu tau, tadi pagi aku begitu resah da khawatir lantaran kamu belum juga pulang'' Ujar Bulan sambil membelai rambut Bintang.
"Kamu gak capek ya, tiap hari ngedumeeeeellll aja. Gak takut berbusa tuh mulut kamu.'' ujar Bintangsambil tersenyum melihat Bulan memuncungkan bibirnya.
"Aku bukanya ngedumel. Tapi ngasih nasehat. Beda tau, ngedumel sama Nasehat. Kalau ada orang yang menasehati kita, itu tandanya dia sangat perhatian dan sayang sama kita.''
''Iya, iyaaa Ustadzaaaahh.....''
Bulan bangun dan menuju lemari untuk bersiap siap sholat. Bintang termenung sendiri mendengar kata kata Bulan sebentar tadi membuat Bintang teringat pada seseorang."Ibu..."
''Kamu makan apa sih lan?'' Tanya Bintang risih melihat rantang makan Bulan yang berisi sayur goreng dan ikan asin.
''Ini juga rizky dari Alloh. Alhamdulillah.'' jawab Bulan tersenyum manis. Dilihatnya Bulan begitu berselaeramenjamah makananya. Bintang memandang rantang miliknya. Lama sekali. Ada Ayam goreng, Cumi Bakar, Sambal goreng dan udang goreng kunyit. Bintang mengerti keadaan hidup Bulan yang serba kekurangan. Ibunya hanya seorang buruh tani panggila. sedangkan Ayahnya buta akibat kecelakaam di jalan raya. Beruntung Bulan memiliki otak yang cerdas hingga ia mendapat beasiswa kuliah dan ada orang yang membiayai kost-nya. |Bintang meletakan ayam gorengnya di atas rantang Bulan. ''Loh kok??" Bulan tidak mengerti.
"Sudahlah, masa Mahasiswi perguruan tinggi bonafit begini, kamu gak kenal ayam goreng sih.'' Ujar Bintang dengan nada canda. Sementara Bulan agak tersipu malu. Hayoo,,, itu juga rezeky dari Alloh. Makanlah. Bintang begitu bersahaja.
dan wajah Bulan kemerahan.
"Terimakasih... kamu memang sahabat Dunia Akhiratku
Pak danu mempercepat Langkah mengejar Bintang di halaman kampus.
Berkali-kali ia memanggil Bintang, namun tak satupun panggilanya di jawab Bintang. Ketika sudah dekat, Pak Danu langsung mencolek pundak Bintang. ''Assalamu'alaikum Bintang..." Suaranya tersengal-sengal, karena maklum ia adalah lelaki berusia 50 tahun yang harus berlari.
''Wa'alaikum salam.. reflek Bintang membalas. Mungkin karena terbiasa menjawab salam dari Bulan.
"Ayah mau bicara sebentar saja sama nak Bintang, boleh?'' Kata pak Danu Ayah tiri Bintang. Sementara Bintang hanya mendengus kasar. Benci melihat lelaki yang berada di hadapanya itu. Pandanganya di alihkan pada kolam ikan yang ada di sampingnya.
"Five minuts'' bengis wajah Bintang. Pak Danu merasa lega karena dapat kesempatan berbicara dengan putrinya.
"Bintang sehat??"
Dengusan kasar terdengar lagi dari Bintang. ''Three minutes left...!!''
''bb... baiklah kalau begitu... ujar pak Danu terlihat kikuk. "Ibu sakit nak... kini Ibu di rawat di Rumah sakit. Ibu rindu kamu. Jenguklah walau hanya sebentar.''
Pak Danu membujuk. mendengar hal demikian, Sebenarnya Bintang terkejut dan ingin sekali berlari ke rumah sakit untuk menjenguk Ibunya, namun lagi lagi ego-nya menahan ia untuk tetap bersikap kasar pada ayah tirinya.
"Kalau sudah di rumah sakit, kan mestinya sudah ada dokter! time's up!!"
Langsung saja meninggalakan Ayah tirinya.
Bintang sampai hati kamu bersikap demikian terhadap Ibu mu...!!''
''Bintang, bolehkah aku bicara sebentar denganmu?'' ujar Bulan begitu lembut kepada Bintang yang sedang mengerjakan tuganya di depan computer.
Maaf tadi aku mendengar percakapanmu dengan Ayahmu, shore tadi.''
Bulan sangad berhati hati takut menyinggung perasan Bintangkarena telah ikut campur dalam urusan keluarganya. Mendengar hal tersebut, Bintang langsung menoleh ke arah Bulan dan menatap tajam sambil menggigit kuku jari tangannya. Bintang, jenguklah Ibumu... Selagi ada kesempatan... Kalau sampai terlambat, kamu pasti akan sanagat menyesal, Bintang.'' Lembut sekali Bulan berujar. Dada Bintang mulai berombak menahan marah. Menahan Air matanya hampir tak terbendung lagi.
Bintang semakin berani mendekatkan diri. Punggung Bintang di usap lembut.''Bintang... Ridho Ibu adalah Ridho Alloh. Dan Murka Ibu Adalah MurkaNYA juga ... Bintang menepis tangan Bulan.
"Kamu tidak perlu ikut campur urusan keluargaku. Kamu juga tidak berhak menyuruhku apapun!" Bintang menepis keras Komputernya hingga terberai di lantai. Bulan kaget melihat reaksi sahabatnya itu. Bintang lekas menggapai kunci mobilnya mungkin hendak pergi dari tempat itu dan menghampiri Rani untuk ke klub malam.
''Bintang sampai kapan kamu terus begini? setiap ada Masalah, kamu selalu menjadikan klub malam menjadi pelarian. Kamu Mabuk. Apakah menurut kamu Alkohol itu bisa menyelesaikan masalah mu?'' ujar Bulan agak sedikit tegas. Kembalilah Bintang... Sadarlah... aku sayang kamu Bintang... Alloh sayang kamu... semua orang sayang kamu Bintang...'' perlahan Bulan menarik tubuh Bintang ke dalam pelukanya. Kunci mobil terlepas dari genggaman Bintang.
Bintang membalas pelukan Bulan. ''Bantu aku Bulan...'' Bulan menganggukkan kepala lembut dalam pelukan. Meledaklah tangisan keduanya. Alhamdulillah...'' ujar Bulan sambil membelai rambut Bintang.
(bersambung)
Posting Komentar untuk "Cerpen: Jalan Ke Syurga"